Prospek Perang Amerika VS Rusia
Indonesian Free Press -- Perkembangan konflik Suriah telah memunculkan kembali kekhawatiran terjadinya konflik bersenjata antara dua kekuatan militer terkuat di dunia, Amerika dan Rusia.
Sebagaimana diketahui, keterlibatan militer Rusia dalam konflik Suriah telah menghancurkan skenario Amerika dan sekutu-sekutunya untuk menumbangkan regim Bashar al Assad dengan regim baru yang lebih pro-Amerika dan Israel. Dengan pengorbanan besar yang telah dikeluarkan selama empat tahun lebih untuk menjalankan skenario itu ditambah 'harga diri' Amerika yang dilecehkan Rusia di muka umum, sangat masuk akal kalau Amerika kemudian turut menerjunkan pasukannya di Suriah. Awalnya dengan dalih demi memerangi kelompok teroris ISIS dan melindungi pemberontak 'moderat' Suriah, namun kemudian memerangi pasukan Bashar al Assad dan menyabotase asset-asset militer Rusia di Suriah.
Bila ini yang terjadi, maka medan perang antara Amerika dan Rusia pun telah tercipta.
Para pengamat mencoba untuk memahami alasan Presiden Vladimir Putin menempuh resiko yang sangat besar ini, mengingat secara kuantitas dan dalam taraf tertentu secara kualitas, militer Rusia kalah bersaing dengan militer Amerika. Sebagai perbandingan sederhana Amerika memiliki 12 kapal induk, sementara Rusia hanya 1. Amerika juga unggul jauh dalam jumlah pesawat tempur dan kapal perang.
Anggaran pertahanan Amerika juga jauh lebih tinggi dibandingkan Rusia mencapai 10 kali lipat, $500-an miliar dibandingkan $50-an miliar. Dengan anggaran yang lebih tinggi industri senjata Amerika tentu memiliki peluang jauh lebih besar untuk berkembang maju dengan teknologi-teknologi terbaru.
Namun dengan anggaran yang jauh lebih kecil itu Rusia berhasil menjaga keunggulan tiga matra kekuatan nuklirnya, yaitu rudal-rudal ballistik antar benua dan rudal-rudal taktis, armada pembom strategis jarak jauh dan armada kapal selam bertenaga nuklir. Ketiga matra itu merupakan senjata pamungkas Rusia yang bisa membalikkan keunggulan Amerika menjadi kekalahan dalam seketika.
Dan harus diingat pula bahwa dalam peperangan, keunggulan senjata bukan faktor satu-satunya untuk meraih kemenangan. Taktik yang didukung oleh kondisi geografi dan sosial politik serta kondisi medan perang menjadi faktor penentu lainnya yang penting.
Berbeda dengan Amerika yang memproyeksikan diri sebagai 'polisi dunia' yang membutuhkan armada laut yang besar dan pangkalan-pangkalan militer di banyak negara, Rusia mengkonsentrasikan diri pada partahanan domestik. Dengan doktrin militernya itu Rusia berhasil mengembangkan sistem pertahanan udara paling canggih di dunia S-400, sebagai penerus S-300 dan pendahulu generasi selanjutnya yang masih dikembangkan S-500. Rusia juga mengembangkan rudal taksis Iskander yang bisa dilengkapi hulu ledak nuklir. Dengan tingkat akurasi yang tinggi rudal ini terbukti efektif menghentikan agresi Georgia ke wilayah Ossetia Selatan tahun 2008 lalu. Dengan menempatkan rudal ini di sepanjang perbatasan Rusia bisa menghancurkan keunggulan pasukan darat Amerika dan NATO.
Rusia juga banyak menghabiskan resource-nya untuk mengembangkan senjata-senjata elektronik, selain membangun keunggulan pesawat-pesawat tempurnya yang dikenal memiliki keunggulan kecepatan dan kemampuan manuver dibandingkan pesawat-pesawat tempur barat.
"Dimotifasi oleh perhatian terhadap pertahanan domestik, Rusia telah tumbuh menjadi kekuatan superior," kata David Ochmanek, mantan pejabat Depertemen Pertahanan Amerika yang bekerja di RAND Corporation, konsultan pertahanan Amerika.
"Militer Rusia berhasil dibangun dari reruntuhan (Uni Sovyet). Keseimbangan militer bisa dibangun dengan kekuatan nuklir Rusia, yang tidak memakan biaya besar seperti banyak dibayangkan orang," kata Vadim Kozyulin, ahli militer dari lembaga kajian PIR Center yang berbasis di Moskow.
"Kekuatan udara Rusia lebih baik (dibandingkan Amerika) karena mereka memiliki banyak kemampuan dalam hal pertahanan udara dan berbagai jenis rudal taktis, rudal jelajah dan rudal-rudal ballistik," kata Paul Schwartz, analis militer Rusia di lembaga kajian CSIS, seperti dilansir thetruthseeker.co.uk minggu ini.
Senjata elektronik Rusia juga diketahui telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan para analis militer barat, mengingat Amerika mengandalkan teknologi elektronik sebagai keunggulan peralatan-peralatan militernya. Rusia diketahui telah berhasil mengembangkan sistem radar yang mampu mendeteksi pesawat-pesawat tempur Generasi 5 yang mengandalkan keunggulan 'siluman' dan kemampuan manuver tinggi.
"Ini adalah situasi yang sulit (bagi Amerika). Namun masalah paling besar adalah kekuatan nuklir (Rusia). Amerika tidak akan menginginkan perang total," kata Paul Schwartz.
Meski mayoritas tentara Rusia adalah tentara model lama dengan peralatan era Uni Sovyet yang sudah ketinggalan jaman, sepertiga dari tentara Rusia, atau sekitar 300.000 personil, telah dilengkapi dengan persenjataan paling modern, termasuk tank-tank generasi terakhir Armata T-14 yang bisa dikendalikan dari jarak jauh dan dilengkapi dengan sistem pertahanan independen. Tank jenis ini bahkan belum dimiliki oleh Amerika dan negara-negara lain di dunia.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi faktor yang menentukan sikap Rusia untuk menantang Amerika di Suriah. Rusia tidak saja hendak memerangi kelompok-kelompok pemberontak dan mempertahankan sekutunya Bashar al Assad, namun Rusia telah menunjukkan maksudnya untuk membangun pangkalan militer di Suriah dengan keunggulan udara, sekaligus mengakhiri dominasi udara Amerika di kawasan Timur Tengah. Ini ditunjukkan dengan mengalirnya senjata-senjata pertahanan udara ke Suriah, sementara para pemberontak tidak memiliki angkatan udara.
"Kami melihat senjata-senjata pertahanan udara yang sangat canggih Rusia yang dikirim ke Suriah. Kami tidak pernah melihat ISIS menerbangkan pesawat terbang sehingga diperlukan senjata-senjata SA-15 dan SA-22. Saya tidak pernah melihat ISIS menerbangkan pesawat terbang sehingga dibutuhkan sistem pertahanan udara yang sangat canggih. Senjata-senjata canggih itu untuk keperluan lain," kata Jendral Phillip Breedlove, panglima pasukan Amerika untuk NATO.(ca)
Sebagaimana diketahui, keterlibatan militer Rusia dalam konflik Suriah telah menghancurkan skenario Amerika dan sekutu-sekutunya untuk menumbangkan regim Bashar al Assad dengan regim baru yang lebih pro-Amerika dan Israel. Dengan pengorbanan besar yang telah dikeluarkan selama empat tahun lebih untuk menjalankan skenario itu ditambah 'harga diri' Amerika yang dilecehkan Rusia di muka umum, sangat masuk akal kalau Amerika kemudian turut menerjunkan pasukannya di Suriah. Awalnya dengan dalih demi memerangi kelompok teroris ISIS dan melindungi pemberontak 'moderat' Suriah, namun kemudian memerangi pasukan Bashar al Assad dan menyabotase asset-asset militer Rusia di Suriah.
Bila ini yang terjadi, maka medan perang antara Amerika dan Rusia pun telah tercipta.
Para pengamat mencoba untuk memahami alasan Presiden Vladimir Putin menempuh resiko yang sangat besar ini, mengingat secara kuantitas dan dalam taraf tertentu secara kualitas, militer Rusia kalah bersaing dengan militer Amerika. Sebagai perbandingan sederhana Amerika memiliki 12 kapal induk, sementara Rusia hanya 1. Amerika juga unggul jauh dalam jumlah pesawat tempur dan kapal perang.
Anggaran pertahanan Amerika juga jauh lebih tinggi dibandingkan Rusia mencapai 10 kali lipat, $500-an miliar dibandingkan $50-an miliar. Dengan anggaran yang lebih tinggi industri senjata Amerika tentu memiliki peluang jauh lebih besar untuk berkembang maju dengan teknologi-teknologi terbaru.
Namun dengan anggaran yang jauh lebih kecil itu Rusia berhasil menjaga keunggulan tiga matra kekuatan nuklirnya, yaitu rudal-rudal ballistik antar benua dan rudal-rudal taktis, armada pembom strategis jarak jauh dan armada kapal selam bertenaga nuklir. Ketiga matra itu merupakan senjata pamungkas Rusia yang bisa membalikkan keunggulan Amerika menjadi kekalahan dalam seketika.
Dan harus diingat pula bahwa dalam peperangan, keunggulan senjata bukan faktor satu-satunya untuk meraih kemenangan. Taktik yang didukung oleh kondisi geografi dan sosial politik serta kondisi medan perang menjadi faktor penentu lainnya yang penting.
Berbeda dengan Amerika yang memproyeksikan diri sebagai 'polisi dunia' yang membutuhkan armada laut yang besar dan pangkalan-pangkalan militer di banyak negara, Rusia mengkonsentrasikan diri pada partahanan domestik. Dengan doktrin militernya itu Rusia berhasil mengembangkan sistem pertahanan udara paling canggih di dunia S-400, sebagai penerus S-300 dan pendahulu generasi selanjutnya yang masih dikembangkan S-500. Rusia juga mengembangkan rudal taksis Iskander yang bisa dilengkapi hulu ledak nuklir. Dengan tingkat akurasi yang tinggi rudal ini terbukti efektif menghentikan agresi Georgia ke wilayah Ossetia Selatan tahun 2008 lalu. Dengan menempatkan rudal ini di sepanjang perbatasan Rusia bisa menghancurkan keunggulan pasukan darat Amerika dan NATO.
Rusia juga banyak menghabiskan resource-nya untuk mengembangkan senjata-senjata elektronik, selain membangun keunggulan pesawat-pesawat tempurnya yang dikenal memiliki keunggulan kecepatan dan kemampuan manuver dibandingkan pesawat-pesawat tempur barat.
"Dimotifasi oleh perhatian terhadap pertahanan domestik, Rusia telah tumbuh menjadi kekuatan superior," kata David Ochmanek, mantan pejabat Depertemen Pertahanan Amerika yang bekerja di RAND Corporation, konsultan pertahanan Amerika.
"Militer Rusia berhasil dibangun dari reruntuhan (Uni Sovyet). Keseimbangan militer bisa dibangun dengan kekuatan nuklir Rusia, yang tidak memakan biaya besar seperti banyak dibayangkan orang," kata Vadim Kozyulin, ahli militer dari lembaga kajian PIR Center yang berbasis di Moskow.
"Kekuatan udara Rusia lebih baik (dibandingkan Amerika) karena mereka memiliki banyak kemampuan dalam hal pertahanan udara dan berbagai jenis rudal taktis, rudal jelajah dan rudal-rudal ballistik," kata Paul Schwartz, analis militer Rusia di lembaga kajian CSIS, seperti dilansir thetruthseeker.co.uk minggu ini.
Senjata elektronik Rusia juga diketahui telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan para analis militer barat, mengingat Amerika mengandalkan teknologi elektronik sebagai keunggulan peralatan-peralatan militernya. Rusia diketahui telah berhasil mengembangkan sistem radar yang mampu mendeteksi pesawat-pesawat tempur Generasi 5 yang mengandalkan keunggulan 'siluman' dan kemampuan manuver tinggi.
"Ini adalah situasi yang sulit (bagi Amerika). Namun masalah paling besar adalah kekuatan nuklir (Rusia). Amerika tidak akan menginginkan perang total," kata Paul Schwartz.
Meski mayoritas tentara Rusia adalah tentara model lama dengan peralatan era Uni Sovyet yang sudah ketinggalan jaman, sepertiga dari tentara Rusia, atau sekitar 300.000 personil, telah dilengkapi dengan persenjataan paling modern, termasuk tank-tank generasi terakhir Armata T-14 yang bisa dikendalikan dari jarak jauh dan dilengkapi dengan sistem pertahanan independen. Tank jenis ini bahkan belum dimiliki oleh Amerika dan negara-negara lain di dunia.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi faktor yang menentukan sikap Rusia untuk menantang Amerika di Suriah. Rusia tidak saja hendak memerangi kelompok-kelompok pemberontak dan mempertahankan sekutunya Bashar al Assad, namun Rusia telah menunjukkan maksudnya untuk membangun pangkalan militer di Suriah dengan keunggulan udara, sekaligus mengakhiri dominasi udara Amerika di kawasan Timur Tengah. Ini ditunjukkan dengan mengalirnya senjata-senjata pertahanan udara ke Suriah, sementara para pemberontak tidak memiliki angkatan udara.
"Kami melihat senjata-senjata pertahanan udara yang sangat canggih Rusia yang dikirim ke Suriah. Kami tidak pernah melihat ISIS menerbangkan pesawat terbang sehingga diperlukan senjata-senjata SA-15 dan SA-22. Saya tidak pernah melihat ISIS menerbangkan pesawat terbang sehingga dibutuhkan sistem pertahanan udara yang sangat canggih. Senjata-senjata canggih itu untuk keperluan lain," kata Jendral Phillip Breedlove, panglima pasukan Amerika untuk NATO.(ca)
Prospek Perang Amerika VS Rusia
Reviewed by mm
on
01:00:00
Rating: