Terror Sarinah-Thamrin, Operasi False Flag yang Sudah Basi
Indonesian Free Press -- Apa yang bisa saya katakan tentang peristiwa Teror Sarinah-Thamrin yang terjadi kemarin (16 Januari 2016). Ini lebih tepat sebagai 'simulasi' penanganan serangan terorisme.
Tahun 2006 saya mengorganisir sebuah acara simulasi penangananan kebakaran dan ledakan bom yang diselenggarakan Public Safety Center Kota Medan (program bersama Pemko Medan dan Poltabes Medan). Apa yang terjadi di Sarinah-Thamrin tidak berbeda jauh dengan acara tersebut.
Yang paling mencolok dari banyak fakta tentang simulasi tersebut adalah adanya rekaman video yang menunjukkan ledakan bom pada sebuah mobil, namun tidak menimbulkan kerusakan pada mobil tersebut. Yang terjadi hanyalah munculnya asap dan ledakan keras. Fakta lainnya, adalah begitu banyaknya gambar yang beredar dengan cepat di media-media massa.
Blog ini telah menulis tentang banyak operasi 'false flag', 'inside job' dan apapun istilah lainnya, tentang serangan terorisme setingan yang dituduhkan kepada pihak lain dengan tujuan mencari keuntungan politis.
Amerika sudah melakukan operasi 'false flag' Serangan WTC 11 September 2001 untuk menjustifikasi kampanye Perang Terorisme. Sejumlah serangan bersenjata di Amerika, seperti Serangan Sandy Hook, juga adalah operasi 'false flag' untuk menjustifikasi pembatasan senjata api di Amerika (dengan tujuan utama memberangus potensi pemberontakan massa).
Perbedaan antara operasi false flag seperti Sandy Hook dengan Teror Sarinah-Thamrin adalah yang pertama dirancang lebih matang dan profesional, melibatkan para crisis actor yang lebih berpengalaman. Dan sudah barang tentu, lebih mahal biayanya. Adapun Teror Sarinah-Thamrin sangatlah amatiran. Membandingkan keduanya adalah seperti membandingkan film 'Patton' yang disutradarai Franklin J. Schaffner dengan film 'Soekarno' yang disutradarai Hanung Bramantyo.
Lalu, kalau Teror Sarinah-Thamrin adalah operasi 'false flag', pihak manakah yang melakukannya dan apakah tujuannya?
Ada banyak motif yang mendasari Teror Sarinah-Thamrin, seperti pengalihan perhatian publik dari proposal divestasi saham Freeport, menutup-nutupi kesaksian Wapres Jusuf Kalla dalam persidangan kasus penting, dan lain sebagainya. Namun, di atas itu semua aksi tersebut ditujukan untuk membuat Indonesia terus-menerus dilanda kekacauan. Selain kegaduhan politik karena kepemimpinan nasional yang dianggap tidak berfokus pada pembangunan dan kestabilan sosial-ekonomi-politik, serangan bom ini semakin menjatuhkan perhatian pemerintah dan rakyat pada kesejahteraan rakyat.
Adapun pelaku di balik serangan tersebut, sebagaimana dalam operasi-operasi false flag terorisme di banyak negara, selalu melibatkan unsur-unsur kekuasaan negara bersangkutan yang bekerjasama dengan inteligen asing.
Terkadang unsur-unsur kekuasaan itu menggandeng kelompok-kelompok ekstremis wahabi. Namun dalam kasus Teror Sarinah-Thamrin ini sangat jelas minim keterlibatan kelompok tersebut, bahkan meski dikabarkan kelompok ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan ini.(ca)
Tahun 2006 saya mengorganisir sebuah acara simulasi penangananan kebakaran dan ledakan bom yang diselenggarakan Public Safety Center Kota Medan (program bersama Pemko Medan dan Poltabes Medan). Apa yang terjadi di Sarinah-Thamrin tidak berbeda jauh dengan acara tersebut.
Yang paling mencolok dari banyak fakta tentang simulasi tersebut adalah adanya rekaman video yang menunjukkan ledakan bom pada sebuah mobil, namun tidak menimbulkan kerusakan pada mobil tersebut. Yang terjadi hanyalah munculnya asap dan ledakan keras. Fakta lainnya, adalah begitu banyaknya gambar yang beredar dengan cepat di media-media massa.
Blog ini telah menulis tentang banyak operasi 'false flag', 'inside job' dan apapun istilah lainnya, tentang serangan terorisme setingan yang dituduhkan kepada pihak lain dengan tujuan mencari keuntungan politis.
Amerika sudah melakukan operasi 'false flag' Serangan WTC 11 September 2001 untuk menjustifikasi kampanye Perang Terorisme. Sejumlah serangan bersenjata di Amerika, seperti Serangan Sandy Hook, juga adalah operasi 'false flag' untuk menjustifikasi pembatasan senjata api di Amerika (dengan tujuan utama memberangus potensi pemberontakan massa).
Perbedaan antara operasi false flag seperti Sandy Hook dengan Teror Sarinah-Thamrin adalah yang pertama dirancang lebih matang dan profesional, melibatkan para crisis actor yang lebih berpengalaman. Dan sudah barang tentu, lebih mahal biayanya. Adapun Teror Sarinah-Thamrin sangatlah amatiran. Membandingkan keduanya adalah seperti membandingkan film 'Patton' yang disutradarai Franklin J. Schaffner dengan film 'Soekarno' yang disutradarai Hanung Bramantyo.
Lalu, kalau Teror Sarinah-Thamrin adalah operasi 'false flag', pihak manakah yang melakukannya dan apakah tujuannya?
Ada banyak motif yang mendasari Teror Sarinah-Thamrin, seperti pengalihan perhatian publik dari proposal divestasi saham Freeport, menutup-nutupi kesaksian Wapres Jusuf Kalla dalam persidangan kasus penting, dan lain sebagainya. Namun, di atas itu semua aksi tersebut ditujukan untuk membuat Indonesia terus-menerus dilanda kekacauan. Selain kegaduhan politik karena kepemimpinan nasional yang dianggap tidak berfokus pada pembangunan dan kestabilan sosial-ekonomi-politik, serangan bom ini semakin menjatuhkan perhatian pemerintah dan rakyat pada kesejahteraan rakyat.
Adapun pelaku di balik serangan tersebut, sebagaimana dalam operasi-operasi false flag terorisme di banyak negara, selalu melibatkan unsur-unsur kekuasaan negara bersangkutan yang bekerjasama dengan inteligen asing.
Terkadang unsur-unsur kekuasaan itu menggandeng kelompok-kelompok ekstremis wahabi. Namun dalam kasus Teror Sarinah-Thamrin ini sangat jelas minim keterlibatan kelompok tersebut, bahkan meski dikabarkan kelompok ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan ini.(ca)
Terror Sarinah-Thamrin, Operasi False Flag yang Sudah Basi
Reviewed by mm
on
05:59:00
Rating: