Perundingan Tidak Perlu Lagi, Suriah-Rusia-Iran Telah Menang
Indonesian Free Press -- Situasi belum pernah seburuk saat ini bagi para pemberontak Suriah. Kemajuan pasukan Suriah, yang didukung Rusia, Iran, Hizbollah dan Irak akhir-akhir ini telah mengancam eksistensi dua kelompok utama pemberontak Suriah, Al Nusra dan ISIS.
Seperti dilaporkan Huffington Post 8 Februari lalu, dengan judul 'The Syria War Will Not Be a Quagmire � Because Putin and Assad Are Winning', disebutkan �Ini adalah awal dari berakhirnya keberadaan para jihadis di Aleppo dan peperangan. Setelah empat tahun peperangan dan terror, rakyat Suriah kini bisa melihat tanda-tanda berakhirnya semua itu."
Wartawan senior terkenal Inggris, Robert Fisk, dalam tulisan terakhir di media Inggis The Independent, bahkan sudah memprediksikan bahwa militer Suriah telah mengincar Raqaa, ibukota kelompok teroris ISIS di timur Suriah, setelah Aleppo berhasil dibebaskan dari kekuasaan para pemberontak.
Pada tanggal 2 Februari telah muncul kabar bahwa semua jalur komunikasi dan suplai bagi pemberontak antara Turki dan Aleppo telah hancur. Pasukan Suriah dengan dukungan sekutu-sekutunya telah berhasil merebut wilayah yang menghubungkan jalur suplai bagi para pemberontak yang berada di wilayah Aleppo. Jalur suplai bagi kelompok ISIS di sebelah timur Aleppo juga telah terputus.
Sekuat apapun sebuah pasukan, tanpa suplai makanan dan senjata, nasibnya sudah pasti, yaitu kekalahan. Dan kekalahan pemberontak di Aleppo akan menjadi awal dari kekalahan total mereka meski mereka masih menguasai wilayah yang cukup luas di Suriah. Aleppo adalah simbol pemberontakan. Kejatuhan kota ini ke tangan pemerintah akan menjadi pukulan mental yang sangat mendalam bagi para pemberontak, setelah hampir lima tahun melancarkan pemberontakan. Sebaliknya, bagi pasukan Suriah dan sekutu-sekutunya, kemenangan di Aleppo akan memberikan dorongan moral yang sangat besar.
Dan harapan terakhir bagi para pemberontak, yaitu perang gerilya, juga tidak mungkin dilakukan, karena mereka tidak mendapat dukungan rakyat. Itulah sebabnya delegasi pemberontak melakukan 'walk out' dalam perundingan yang digagas PBB di Genewa baru-baru ini.
Dari gambar di atas tampak jalur suplai antara wilayah yang dikuasai kelompok Al Nusra di barat Aleppo dan ISIS di timur Aleppo telah terputus setelah pasukan Suriah berhasil merebut wilayah Nubl dan Zahraa. Dengan wilayah Afrin yang dikuasai pasukan Kurdi Suriah (YPG), praktis jalur suplai para pemberontak terputus total.
Situasi semakin sulit bagi para pemberontak setelah milisi-milisi Kurdi mulai menyeberangi Sungai Eufrat dan bergerak ke barat dari wilayah mereka di timur-laut Suriah. Saat milisi Kurdi, dengan dukungan Suriah dan Rusia, berhasil mencapai wilayah Afrin, maka jalur suplai dari Turki di utara Suriah akan tertutup total bagi para pemberontak. Tidaklah mengherankan jika Turki menyatakan bahwa Sungai Eufrat adalah 'garis merah' bagi milisi-milisi Kurdi, dan mengancam akan melakukan intervensi.
Rusia akhir-akhir ini gencar menuduh Turki tengah melakukan persiapan untuk melancarkan intervensi ke Suriah. Hal ini bisa diartikan sebagai peringatan Rusia kepada Turki untuk tidak melakukan hal itu. Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan membantah tuduhan tersebut sebagai sesuatu yang 'menggelikan'. Meski faktanya Turki, beberapa waktu lalu mengeluarkan ancaman untuk menyerang Suriah jika milisi Kurdi menyeberangi Sungai Eufrat.
Menlu Rusia Sergey Lavrov juga telah menegaskan bahwa Rusia akan berusaha menutup perbatasan yang menghubungkan wilayah kekuasaan ISIS dengan Turki, sekaligus ancaman bagi Turki untuk menghentikan dukungannya kepada kelompok ISIS dan Al Nusra.
�Kunci bagi tercapainya gencatan senjata adalah memblokir 'illegal trafficking' antar perbatasan Turki-Suriah, yang selama ini menjadi dukungan kelopok-kelompok militan,� kata Lavrov.
Mengantisipasi prospek yang semakin buruk ini sejumlah laporan muncul yang menyebutkan para pemberontak telah mulai menarik diri ke arah Turki.
Pada saat hampir bersamaan, Saudi Arabia dan koalisi Arabnya seperti Uni Emirat Arab dan Qatar mengeluarkan pernyataan kesiapan untuk mengirim pasukan ke Suriah dengan dukungan Turki. Tujuan langkah itu sangat jelas, yaitu berusaha menghentikan kehancuran proyek penghancuran Suriah sebagai tulang punggung blok anti-zionis yang digalang bersama Iran.
Namun Iran langsung memberikan peringatan keras kepada Saudi untuk tidak melakukan rencana tersebut, karena akan membawa kehancuran bagi Saudi Arabia sendiri.(ca)
Seperti dilaporkan Huffington Post 8 Februari lalu, dengan judul 'The Syria War Will Not Be a Quagmire � Because Putin and Assad Are Winning', disebutkan �Ini adalah awal dari berakhirnya keberadaan para jihadis di Aleppo dan peperangan. Setelah empat tahun peperangan dan terror, rakyat Suriah kini bisa melihat tanda-tanda berakhirnya semua itu."
Wartawan senior terkenal Inggris, Robert Fisk, dalam tulisan terakhir di media Inggis The Independent, bahkan sudah memprediksikan bahwa militer Suriah telah mengincar Raqaa, ibukota kelompok teroris ISIS di timur Suriah, setelah Aleppo berhasil dibebaskan dari kekuasaan para pemberontak.
Pada tanggal 2 Februari telah muncul kabar bahwa semua jalur komunikasi dan suplai bagi pemberontak antara Turki dan Aleppo telah hancur. Pasukan Suriah dengan dukungan sekutu-sekutunya telah berhasil merebut wilayah yang menghubungkan jalur suplai bagi para pemberontak yang berada di wilayah Aleppo. Jalur suplai bagi kelompok ISIS di sebelah timur Aleppo juga telah terputus.
Sekuat apapun sebuah pasukan, tanpa suplai makanan dan senjata, nasibnya sudah pasti, yaitu kekalahan. Dan kekalahan pemberontak di Aleppo akan menjadi awal dari kekalahan total mereka meski mereka masih menguasai wilayah yang cukup luas di Suriah. Aleppo adalah simbol pemberontakan. Kejatuhan kota ini ke tangan pemerintah akan menjadi pukulan mental yang sangat mendalam bagi para pemberontak, setelah hampir lima tahun melancarkan pemberontakan. Sebaliknya, bagi pasukan Suriah dan sekutu-sekutunya, kemenangan di Aleppo akan memberikan dorongan moral yang sangat besar.
Dan harapan terakhir bagi para pemberontak, yaitu perang gerilya, juga tidak mungkin dilakukan, karena mereka tidak mendapat dukungan rakyat. Itulah sebabnya delegasi pemberontak melakukan 'walk out' dalam perundingan yang digagas PBB di Genewa baru-baru ini.
Dari gambar di atas tampak jalur suplai antara wilayah yang dikuasai kelompok Al Nusra di barat Aleppo dan ISIS di timur Aleppo telah terputus setelah pasukan Suriah berhasil merebut wilayah Nubl dan Zahraa. Dengan wilayah Afrin yang dikuasai pasukan Kurdi Suriah (YPG), praktis jalur suplai para pemberontak terputus total.
Situasi semakin sulit bagi para pemberontak setelah milisi-milisi Kurdi mulai menyeberangi Sungai Eufrat dan bergerak ke barat dari wilayah mereka di timur-laut Suriah. Saat milisi Kurdi, dengan dukungan Suriah dan Rusia, berhasil mencapai wilayah Afrin, maka jalur suplai dari Turki di utara Suriah akan tertutup total bagi para pemberontak. Tidaklah mengherankan jika Turki menyatakan bahwa Sungai Eufrat adalah 'garis merah' bagi milisi-milisi Kurdi, dan mengancam akan melakukan intervensi.
Rusia akhir-akhir ini gencar menuduh Turki tengah melakukan persiapan untuk melancarkan intervensi ke Suriah. Hal ini bisa diartikan sebagai peringatan Rusia kepada Turki untuk tidak melakukan hal itu. Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan membantah tuduhan tersebut sebagai sesuatu yang 'menggelikan'. Meski faktanya Turki, beberapa waktu lalu mengeluarkan ancaman untuk menyerang Suriah jika milisi Kurdi menyeberangi Sungai Eufrat.
Menlu Rusia Sergey Lavrov juga telah menegaskan bahwa Rusia akan berusaha menutup perbatasan yang menghubungkan wilayah kekuasaan ISIS dengan Turki, sekaligus ancaman bagi Turki untuk menghentikan dukungannya kepada kelompok ISIS dan Al Nusra.
�Kunci bagi tercapainya gencatan senjata adalah memblokir 'illegal trafficking' antar perbatasan Turki-Suriah, yang selama ini menjadi dukungan kelopok-kelompok militan,� kata Lavrov.
Mengantisipasi prospek yang semakin buruk ini sejumlah laporan muncul yang menyebutkan para pemberontak telah mulai menarik diri ke arah Turki.
Pada saat hampir bersamaan, Saudi Arabia dan koalisi Arabnya seperti Uni Emirat Arab dan Qatar mengeluarkan pernyataan kesiapan untuk mengirim pasukan ke Suriah dengan dukungan Turki. Tujuan langkah itu sangat jelas, yaitu berusaha menghentikan kehancuran proyek penghancuran Suriah sebagai tulang punggung blok anti-zionis yang digalang bersama Iran.
Namun Iran langsung memberikan peringatan keras kepada Saudi untuk tidak melakukan rencana tersebut, karena akan membawa kehancuran bagi Saudi Arabia sendiri.(ca)
Perundingan Tidak Perlu Lagi, Suriah-Rusia-Iran Telah Menang
Reviewed by mm
on
07:08:00
Rating: