Suriah, Iran Olok-Olok Turki dan Saudi Soal Invasi ke Suriah
Indonesian Free Press -- Suriah dan Iran, dua negara sekutu yang tengah terlibat perang proxy melawan kekuatan zionis internasional di Suriah, mengolok-olok pernyataan Turki dan Saudi Arabia untuk mengirim pasukan darat ke Suriah.
Menlu Suriah Walid al-Muallem mengatakan bahwa setiap intervensi asing di Suriah akan mengalami kegagalan. Hal ini dikatakannya setelah munculnya kabar di media-media massa internasional bahwa Turki dan Saudi tengah mempersiapkan operasi darat di Suriah dengan dalih memerangi kelompok ISIS yang selama ini mereka bina.
�Setiap intervensi darat di Suriah tanpa persetujuan pemerintah Suriah akan dianggap sebagai agresi dan harus dilawan," kata Muallem kepada wartawan di Damascus, Sabtu (6 Februari).
Menurut Muallem, menambahkan, bahwa setiap agresor di Suriah akan kembali ke negerinya dengan membawa kematian.
"Tidak boleh ada yang bisa berfikir untuk menyerang atau melanggar kedaulatan Suriah karena saya pastikan bahwa tiap agresor akan kembali ke negaranya dalam peti mati, siapapun dia baik Saudi maupun Turki," tambah Muallem.
Sebelumnya, hari Kamis (4 Februari) Jubir Kementrian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov, mengatakan bahwa Turki tengah membuat 'persiapan-persiapan untuk melakukan invasi militer ke Suriah'.
"Kami mencatat sejumlah tanda dari persiapan rahasia militer Turki untuk melakukan tindakan-tindakan aktif di wilayah Suriah," kata Konashenkov menambahkan.
Turki membantah klaim tersebut, namun pada hari yang sama Saudi Arabia mengumumkan kesiapan untuk mengirimkan pasukan ke Suriah dengan bekerjasama dengan Turki. Pernyataan Saudi ini bahkan didukung oleh Amerika.
�Saya tidak berfikir bahwa mereka akan melakukan apa yang mereka katakan, namun pada saat yang sama jika melihat tindakan-tindakan gila mereka di Yaman dan di tempat-tempat lainnya, maka kemungkinan itu tidak bisa dinafikan," kata Muallem, merujuk pada serangan Saudi dan koalisinya di Yaman.
Saudi Arabia dan Turki adalah anggota koalisi pimpinan Amerika yang mengklaim akan menghancurkan kelompok-kelompok teroris ISIS di Suriah dan Irak. Namun selama setahun lebih setelah terbentuknya koalisi ini kelompok ISIS justru semakin kuat hingga Rusia melakukan serangan udara yang berhasil memukul mundur gerak maju kelompok ini di Suriah.
Dalam kesempatan itu Muallem juga mengecam kelompok-kelompok oposisi yang mengundurkan diri dari perundingan damai yang difasilitasi PBB di Genewa, Rabu (3 Februari). Kelompok-kelompok oposisi yang tergabung dalam High Negotiations Committee (HNC) yang dibentuk Saudi, tidak memenuhi janjinya untuk hadir dalam perundingan. Menurut Muallem hal itu disebabkan oleh kekecewaan HNC dan pendukung-pendukungnya oleh kemenangan militer Suriah di medan perang dan mengancam kedudukan para pemberontak.
Sementara itu Panglima Tentara Pengawal Revolusi (IRGC) mengatakan bahwa Saudi Arabia 'pasti' akan mengalami kekalahan jika berani mengirimkan pasukannya ke Suriah.
"Mengirimkan pasukan ke Suriah berarti Saudi Arabia mempermalukan diri sendiri, tapi tidak buruk," kata Panglima IRGC Mayjend Mohammad Ali Ja�afari, Sabtu (6 Februari).
Ja�afari menyatakan keyakinannya bahwa Saudi hanyalah melakukan gertakan saat mengatakan akan mengirim pasukan ke Suriah.
"Saya rasa mereka tidak akan berani melakukannya karena tentara mereka sangat kuno dan sejarah membuktikan mereka tidak bisa memerangi pejuang-pejuang Islam," katanya.
�Mereka menggertak. Naman jika benar-benar terjadi hal itu tidak buruk bagi pandangan kita," kata Ja�afari lagi.
Menurut Ja'afari, keinginan Saudi dan Turki untuk mengirim pasukan ke Suriah disebabkan oleh kekalahan-kekalahan besar dan terus-menerus dari kelompok-kelompok yang memerangi Suriah dan blok 'Perlawanan' yang dipimpin Iran, sehingga membuat mereka kehilangan akal.
�Mereka berfikir bisa mendapatkan keuntungan di Suriah dengan mendukung pemberontakan. Namun kekalahan-kekalahan akhir-akhir ini telah membuat rencana-rencana mereka berantakan," kata Ja'afari, seraya menambahkan bahwa hal itu juga membuat Israel cemas.
�Satu hal yang diakibatkan oleh kemenangan-kemenangan kami adalah niat Turki dan Saudi Arabia untuk meninggalkan perundingan damai dan mengirim pasukan ke Suriah.�
Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pakar Iran Mohsen Rezaei mengingatkan bahwa pengiriman pasukan Saudi ke Suriah akan membakar seluruh kawasan Timur Tengah, termasuk Saudi sendiri.
�Jika pemerintah Saudi, yang biasa melakukan tindakan-tindakan gila, melakukan hal itu (mengirim pasukan ke Suriah), seluruh kawasan termasuk Saudi Arabia, akan terbakar. Sebaliknya, Iran tidak akan hancur oleh itu,� tulis Rezaei di akun Instagram miliknya, Sabtu.
"Setelah ISIS dan al-Nusra Front mengalami kekalahan di Ramadi Irak dan khususnya di Aleppo Suriah, maka Saudi Arabia dan Amerika memutuskan untuk menggelar pasukana Saudi di Suriah untuk menyelamatkan kelompok-kelompok takfiri yang tersisa,� tambah Rezaei.
Di sisi lain pada hari Jumat, Pavel Krasheninnikov, Ketua Komisi Parlemen Rusia (Duma), mengingatkan Saudi bahwa tindakan mengirim pasukan tanpa persetujuan pemerintah Suriah adalah sebuah pernyataan perang.
"Suriah harus memberikan persetujuan resmi, untuk mengundan, jika tidak maka itu akan menjadi sebuah perang. Hal yang sama terdapat dalam hukum internasional," kata Pavel Krasheninnikov kepada kantor berita Rusia Interfax, Jumat (5 Februari).
Rusia terlibat dalam konflik Suriah September tahun lalu setelah menerima permintaan resmi dari pemerintah Suriah untuk membantu menghadapi kelompok-kelompok pemberontak teroris. Sementara Iran diketahui telah mengirim ribuan milisi dan penasihat militer ke Suriah setelah pemberontak berhasil merebut posisi-posisi strategis tahun lalu. Sejak kehadiran Iran dan Rusia, selain Hizbollah dari Lebanon yang telah berada di Suriah terlebih dahulu, pasukan Suriah berhasil memukul mundur para pemberontak dari posisi-posisinya dan mengancam mereka terusir dari Suriah.(ca)
Menlu Suriah Walid al-Muallem mengatakan bahwa setiap intervensi asing di Suriah akan mengalami kegagalan. Hal ini dikatakannya setelah munculnya kabar di media-media massa internasional bahwa Turki dan Saudi tengah mempersiapkan operasi darat di Suriah dengan dalih memerangi kelompok ISIS yang selama ini mereka bina.
�Setiap intervensi darat di Suriah tanpa persetujuan pemerintah Suriah akan dianggap sebagai agresi dan harus dilawan," kata Muallem kepada wartawan di Damascus, Sabtu (6 Februari).
Menurut Muallem, menambahkan, bahwa setiap agresor di Suriah akan kembali ke negerinya dengan membawa kematian.
"Tidak boleh ada yang bisa berfikir untuk menyerang atau melanggar kedaulatan Suriah karena saya pastikan bahwa tiap agresor akan kembali ke negaranya dalam peti mati, siapapun dia baik Saudi maupun Turki," tambah Muallem.
Sebelumnya, hari Kamis (4 Februari) Jubir Kementrian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov, mengatakan bahwa Turki tengah membuat 'persiapan-persiapan untuk melakukan invasi militer ke Suriah'.
"Kami mencatat sejumlah tanda dari persiapan rahasia militer Turki untuk melakukan tindakan-tindakan aktif di wilayah Suriah," kata Konashenkov menambahkan.
Turki membantah klaim tersebut, namun pada hari yang sama Saudi Arabia mengumumkan kesiapan untuk mengirimkan pasukan ke Suriah dengan bekerjasama dengan Turki. Pernyataan Saudi ini bahkan didukung oleh Amerika.
�Saya tidak berfikir bahwa mereka akan melakukan apa yang mereka katakan, namun pada saat yang sama jika melihat tindakan-tindakan gila mereka di Yaman dan di tempat-tempat lainnya, maka kemungkinan itu tidak bisa dinafikan," kata Muallem, merujuk pada serangan Saudi dan koalisinya di Yaman.
Saudi Arabia dan Turki adalah anggota koalisi pimpinan Amerika yang mengklaim akan menghancurkan kelompok-kelompok teroris ISIS di Suriah dan Irak. Namun selama setahun lebih setelah terbentuknya koalisi ini kelompok ISIS justru semakin kuat hingga Rusia melakukan serangan udara yang berhasil memukul mundur gerak maju kelompok ini di Suriah.
Dalam kesempatan itu Muallem juga mengecam kelompok-kelompok oposisi yang mengundurkan diri dari perundingan damai yang difasilitasi PBB di Genewa, Rabu (3 Februari). Kelompok-kelompok oposisi yang tergabung dalam High Negotiations Committee (HNC) yang dibentuk Saudi, tidak memenuhi janjinya untuk hadir dalam perundingan. Menurut Muallem hal itu disebabkan oleh kekecewaan HNC dan pendukung-pendukungnya oleh kemenangan militer Suriah di medan perang dan mengancam kedudukan para pemberontak.
Sementara itu Panglima Tentara Pengawal Revolusi (IRGC) mengatakan bahwa Saudi Arabia 'pasti' akan mengalami kekalahan jika berani mengirimkan pasukannya ke Suriah.
"Mengirimkan pasukan ke Suriah berarti Saudi Arabia mempermalukan diri sendiri, tapi tidak buruk," kata Panglima IRGC Mayjend Mohammad Ali Ja�afari, Sabtu (6 Februari).
Ja�afari menyatakan keyakinannya bahwa Saudi hanyalah melakukan gertakan saat mengatakan akan mengirim pasukan ke Suriah.
"Saya rasa mereka tidak akan berani melakukannya karena tentara mereka sangat kuno dan sejarah membuktikan mereka tidak bisa memerangi pejuang-pejuang Islam," katanya.
�Mereka menggertak. Naman jika benar-benar terjadi hal itu tidak buruk bagi pandangan kita," kata Ja�afari lagi.
Menurut Ja'afari, keinginan Saudi dan Turki untuk mengirim pasukan ke Suriah disebabkan oleh kekalahan-kekalahan besar dan terus-menerus dari kelompok-kelompok yang memerangi Suriah dan blok 'Perlawanan' yang dipimpin Iran, sehingga membuat mereka kehilangan akal.
�Mereka berfikir bisa mendapatkan keuntungan di Suriah dengan mendukung pemberontakan. Namun kekalahan-kekalahan akhir-akhir ini telah membuat rencana-rencana mereka berantakan," kata Ja'afari, seraya menambahkan bahwa hal itu juga membuat Israel cemas.
�Satu hal yang diakibatkan oleh kemenangan-kemenangan kami adalah niat Turki dan Saudi Arabia untuk meninggalkan perundingan damai dan mengirim pasukan ke Suriah.�
Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pakar Iran Mohsen Rezaei mengingatkan bahwa pengiriman pasukan Saudi ke Suriah akan membakar seluruh kawasan Timur Tengah, termasuk Saudi sendiri.
�Jika pemerintah Saudi, yang biasa melakukan tindakan-tindakan gila, melakukan hal itu (mengirim pasukan ke Suriah), seluruh kawasan termasuk Saudi Arabia, akan terbakar. Sebaliknya, Iran tidak akan hancur oleh itu,� tulis Rezaei di akun Instagram miliknya, Sabtu.
"Setelah ISIS dan al-Nusra Front mengalami kekalahan di Ramadi Irak dan khususnya di Aleppo Suriah, maka Saudi Arabia dan Amerika memutuskan untuk menggelar pasukana Saudi di Suriah untuk menyelamatkan kelompok-kelompok takfiri yang tersisa,� tambah Rezaei.
Di sisi lain pada hari Jumat, Pavel Krasheninnikov, Ketua Komisi Parlemen Rusia (Duma), mengingatkan Saudi bahwa tindakan mengirim pasukan tanpa persetujuan pemerintah Suriah adalah sebuah pernyataan perang.
"Suriah harus memberikan persetujuan resmi, untuk mengundan, jika tidak maka itu akan menjadi sebuah perang. Hal yang sama terdapat dalam hukum internasional," kata Pavel Krasheninnikov kepada kantor berita Rusia Interfax, Jumat (5 Februari).
Rusia terlibat dalam konflik Suriah September tahun lalu setelah menerima permintaan resmi dari pemerintah Suriah untuk membantu menghadapi kelompok-kelompok pemberontak teroris. Sementara Iran diketahui telah mengirim ribuan milisi dan penasihat militer ke Suriah setelah pemberontak berhasil merebut posisi-posisi strategis tahun lalu. Sejak kehadiran Iran dan Rusia, selain Hizbollah dari Lebanon yang telah berada di Suriah terlebih dahulu, pasukan Suriah berhasil memukul mundur para pemberontak dari posisi-posisinya dan mengancam mereka terusir dari Suriah.(ca)
Suriah, Iran Olok-Olok Turki dan Saudi Soal Invasi ke Suriah
Reviewed by mm
on
17:27:00
Rating: