20 Pesawat Tempur dan 2.000 Personil Militer Rusia Masih di Suriah
Indonesian Free Press -- Setelah penarikan kekuatan militernya, Rusia masih meninggalkan 20 pesawat tempur, sejumlah helikopter, sistem pertahanan udara S-400 dan Patsir, serta 2.000 personil militer di pangkalan udara Hmeymim, Suriah. Kekuatan ini diklaim Rusia masih bisa menyelesaikan tugas untuk menghancurkan kekuatan teroris di Suriah.
Seperti dilaporkan Sputnik News, Presiden Vladimir Putin dalam pertemuan dengan para personil militer yang baru kembali dari Suriah, minggu lalu, mengatakan bahwa intensitas serangan udara Rusia akan berkurang dari 60-80 serangan menjadi 20 serangan setiap harinya. Namun, dengan jumlah itu kekuatan militer yang berkurang lebih dari 50% itu, diyakini masih bisa menyelesaikan misi Rusia di Suriah.
Kekuatan utama Rusia yang masih berada di Suriah adalah satu skuadron pembom dan serangan darat SU-24, jenis yang ditembak Turki November 2015 lalu. Namun karena pesawat itu tidak dirancang untuk melakukan pertempuran udara, skuadron tersebut harus dikawal oleh pesawat-pesawat tempur SU-30 dan SU-35.
Empat pesawat Su-35s yang merupakan pesawat paling canggih Rusia dikirim ke Suriah pada bulan Januari dan pesawat-pesawat itu masih berada di Suriah. Untuk melakukan misi bantuan udara, helikopter-helikopter Ka-52 dan Mi-28N juga masih berada di Suriah.
Menurut pakar militer Rusia Viktor Litovkin kepada Sputnik News, kekuatan yang masih tinggal di Suriah akan menyelesaikan tugasnya, yaitu menyerang pemberontak teroris, mendukung pasukan Suriah dan sekutu-sekutunya serta melakukan penguasaan udara atas Suriah.
"Seluruh pesawat itu mampu melancarkan serangan atas para teroris. Namun karena Su-24 tidak didisain untuk melakukan perang udara, ia membutuhkan perlindungan pesawat tempur," katanya kepada Sputnik News.
Sementara itu Ruslan Pukhov, director of the Analytic Center for Strategies and Technologies mengatakan bahwa sistem pertahanan udara S-400 dan Pantsir yang ditempatkan di pangkalan udara Hmeymim akan melindungi wilayah udara Suriah dari penyusupan Turki, Amerika ataupun Israel.
Sebagai tambahan, menurut Litovkin, helikopter-helikopter serbu efektif digunakan untuk menghancurkan senjata-senjata teroris yang lolos dari serangan pesawat pembom.
"Helikopter Ka-52 dan Mi-28N dilengkapi dengan rudal-rudal anti-tank Vikhr dan Ataka, sebagaimana juga meriam anti-tank kaliber 30-mm," katanya.
Untuk mendukung operasi militer di Suriah, Rusia harus menempatkan sekitar 2.000 personil militernya, termasuk 200-300 ahli yang berada di pangkalan udara Hmeymim.
Kedua pakar tersebut meyakini bahwa jumlah kekuatan Rusia yang ada masih efektif untuk menyelesaikan misi di Suriah, karena sebagian besar sasaran pemberontak telah dihancurkan, selain untuk mendukung proses perundingan damai di Genewa.
"Di tengah perundingan damai, dan intensitas pertempuran yang berkurang, jumlah kekuatan militer Rusia di Suriah saat ini masih rasional," kata Litovkin.
Keputusan Putin menarik sebagian kekuatan militer Rusia menjadi pemberitaan luas media massa internasional. Ketika Rusia memulai misinya di Suriah bulan September 2015 lalu, media-media massa internasional berspekulasi tentang kegagalan total misi tersebut. Namun, setelah lima bulan operasi, Rusia membuktikan keefektifan peralatan-peralatan militernya dengan keberhasilan meraih sejumlah target strategis:
- Regim Bashar al Assad tidak lagi terancam, bahkan kini berada dalam posisi unggul secara militer, setelah lebih dari 500 wilayah pemukiman berhasil dikuasai kembali oleh pasukan pemerintah dengan dukungan Rusia.
- Penyelesaian politik menjadi kesepakatan bersama masyarakat internasional, menggantikan tuntutan 'mati' Amerika dan Saudi tentang pemakzulan Bashar al Assad.
- Pemilihan umum dan pembentukan pemerintahan transisi telah disepakati dengan melibatkan Bashar al Assad.
- Jalur suplai dan infrastuktur teroris telah dihancurkan.
Misi selanjutnya Rusia adalah membantu pasukan Suriah menguasai kembali Aleppo, membersihkan wilayah pinggiran Damaskus dan Hama, dan menguasai wilayah perbatasan Turki-Suriah, serta mengusir para teroris dari 'ibukota'nya, Raqqa. Saat ini militer Suriah tengah mengepung Palmyra sebelum bergerak menuju Raqqa. Sementara jalur suplai pemberontak di Aleppo telah dikuasai pemerintah.
"Rusia tidak meninggalkan Suriah. Sebaliknya, Rusia kini menjadi pemimpin di Timur Tengah, membuat kawasan tersebut lebih aman dari bahaya (terorisme)," tulis media Italia Il Giornale.(ca)
Seperti dilaporkan Sputnik News, Presiden Vladimir Putin dalam pertemuan dengan para personil militer yang baru kembali dari Suriah, minggu lalu, mengatakan bahwa intensitas serangan udara Rusia akan berkurang dari 60-80 serangan menjadi 20 serangan setiap harinya. Namun, dengan jumlah itu kekuatan militer yang berkurang lebih dari 50% itu, diyakini masih bisa menyelesaikan misi Rusia di Suriah.
Kekuatan utama Rusia yang masih berada di Suriah adalah satu skuadron pembom dan serangan darat SU-24, jenis yang ditembak Turki November 2015 lalu. Namun karena pesawat itu tidak dirancang untuk melakukan pertempuran udara, skuadron tersebut harus dikawal oleh pesawat-pesawat tempur SU-30 dan SU-35.
Empat pesawat Su-35s yang merupakan pesawat paling canggih Rusia dikirim ke Suriah pada bulan Januari dan pesawat-pesawat itu masih berada di Suriah. Untuk melakukan misi bantuan udara, helikopter-helikopter Ka-52 dan Mi-28N juga masih berada di Suriah.
Menurut pakar militer Rusia Viktor Litovkin kepada Sputnik News, kekuatan yang masih tinggal di Suriah akan menyelesaikan tugasnya, yaitu menyerang pemberontak teroris, mendukung pasukan Suriah dan sekutu-sekutunya serta melakukan penguasaan udara atas Suriah.
"Seluruh pesawat itu mampu melancarkan serangan atas para teroris. Namun karena Su-24 tidak didisain untuk melakukan perang udara, ia membutuhkan perlindungan pesawat tempur," katanya kepada Sputnik News.
Sementara itu Ruslan Pukhov, director of the Analytic Center for Strategies and Technologies mengatakan bahwa sistem pertahanan udara S-400 dan Pantsir yang ditempatkan di pangkalan udara Hmeymim akan melindungi wilayah udara Suriah dari penyusupan Turki, Amerika ataupun Israel.
Sebagai tambahan, menurut Litovkin, helikopter-helikopter serbu efektif digunakan untuk menghancurkan senjata-senjata teroris yang lolos dari serangan pesawat pembom.
"Helikopter Ka-52 dan Mi-28N dilengkapi dengan rudal-rudal anti-tank Vikhr dan Ataka, sebagaimana juga meriam anti-tank kaliber 30-mm," katanya.
Untuk mendukung operasi militer di Suriah, Rusia harus menempatkan sekitar 2.000 personil militernya, termasuk 200-300 ahli yang berada di pangkalan udara Hmeymim.
Kedua pakar tersebut meyakini bahwa jumlah kekuatan Rusia yang ada masih efektif untuk menyelesaikan misi di Suriah, karena sebagian besar sasaran pemberontak telah dihancurkan, selain untuk mendukung proses perundingan damai di Genewa.
"Di tengah perundingan damai, dan intensitas pertempuran yang berkurang, jumlah kekuatan militer Rusia di Suriah saat ini masih rasional," kata Litovkin.
Keputusan Putin menarik sebagian kekuatan militer Rusia menjadi pemberitaan luas media massa internasional. Ketika Rusia memulai misinya di Suriah bulan September 2015 lalu, media-media massa internasional berspekulasi tentang kegagalan total misi tersebut. Namun, setelah lima bulan operasi, Rusia membuktikan keefektifan peralatan-peralatan militernya dengan keberhasilan meraih sejumlah target strategis:
- Regim Bashar al Assad tidak lagi terancam, bahkan kini berada dalam posisi unggul secara militer, setelah lebih dari 500 wilayah pemukiman berhasil dikuasai kembali oleh pasukan pemerintah dengan dukungan Rusia.
- Penyelesaian politik menjadi kesepakatan bersama masyarakat internasional, menggantikan tuntutan 'mati' Amerika dan Saudi tentang pemakzulan Bashar al Assad.
- Pemilihan umum dan pembentukan pemerintahan transisi telah disepakati dengan melibatkan Bashar al Assad.
- Jalur suplai dan infrastuktur teroris telah dihancurkan.
Misi selanjutnya Rusia adalah membantu pasukan Suriah menguasai kembali Aleppo, membersihkan wilayah pinggiran Damaskus dan Hama, dan menguasai wilayah perbatasan Turki-Suriah, serta mengusir para teroris dari 'ibukota'nya, Raqqa. Saat ini militer Suriah tengah mengepung Palmyra sebelum bergerak menuju Raqqa. Sementara jalur suplai pemberontak di Aleppo telah dikuasai pemerintah.
"Rusia tidak meninggalkan Suriah. Sebaliknya, Rusia kini menjadi pemimpin di Timur Tengah, membuat kawasan tersebut lebih aman dari bahaya (terorisme)," tulis media Italia Il Giornale.(ca)
20 Pesawat Tempur dan 2.000 Personil Militer Rusia Masih di Suriah
Reviewed by mm
on
19:39:00
Rating: